oleh : Ervia Ufroh
Mentari menggantikan bulan. Keindahan malam masih membekas dalam angan. Tak sempat ku usik dara malam itu. Membelenggu dalam rasa tak sedikit pun luntur. Indahnya seperti sepoian angin malam yang menghembus raga dan tak menyapa. Ku coba menahan langkah dan melupakan hipnotisnya. Dara manis malam itu hanya kumang yang menepi disisi pantai dan hanyut terbawa air laut. Tak kutemui lagi sosok indah di tempat mataku melihat senyuman indah.
***
Pagi itu, kurebahkan badan diatas kursi kayu depan rumah sang anak nelayan tua. Bantalan tangan sebari desiran ombak yang membuat khayalanku untuk berbincang. Tatapan mata kosong terpancar tak tentu arah.
Dalam khayalnya…
Satria wilaga seorang bocah pantai putera menikah dengan dara manis yang kutemui di malam yang dingin itu. Senyum geli sedikit pipi terangkat membuatku terbuai dalam angan.
Panggilan pangeran kecil berulang-ulang diteriakkan oleh sang ibu dari dalam rumah, tak membuatnya merespon sang ibu. Dan masih menikmati dengan apa yang ada dalam anganku saat itu.
Tangan seseorang terasa menyapa tubuh. Membuatku kaget hingga terjatuh dari atas kursi kayu yang mengantarkanku dalam dunia khayal.
“Apa yang kau fikirkan nak?” Tanya ibu kepadaku.
“Ah tidak bu, hanya sedikit bermain dalam bayang saja”. Sambil kugaruk kepala yang tidak terlalu gatal.
“Apa yang mengkelabui dalam fikiran kosongmu?
Dengan perasaan gugup anak sulung keluarga wilaga itu bertanya. “Jika aku menikah, bagaimana perasaanmu bu?”
“ibu akan sangat bahagia, siapa yang telah mengetuk hatimu nak?”
Satria Wilaga sedikit bingung dengan pertanyaan terakhir sang ibu itu. Dengan polosnya ia menjawab. ”Tidak ada bu!”
Ibunya tersenyum melihat ekspresi anaknya yang penuh dengan tanda Tanya.
“Sudahlah nak tak usah malu. banyak orang tua para gadis memintamu untuk mendampingi hidup anak perawannya. Tapi tak ibu berikan kau kepadanya. Jika sudah kau temukan tamu hatimu. Katakanlah pada ibumu nak. karena wanita pilihanmu itu yang terbaik untuk anak semata wayang putera wilaga ini.
Mendengar nasihat ibunya. Pangeran kecil keluarga wilaga itu terasa ingin cepat menemukan siapakah wanita yang akan mengisi di kekosongan ruang yang hampa.
bersambung..
Mentari menggantikan bulan. Keindahan malam masih membekas dalam angan. Tak sempat ku usik dara malam itu. Membelenggu dalam rasa tak sedikit pun luntur. Indahnya seperti sepoian angin malam yang menghembus raga dan tak menyapa. Ku coba menahan langkah dan melupakan hipnotisnya. Dara manis malam itu hanya kumang yang menepi disisi pantai dan hanyut terbawa air laut. Tak kutemui lagi sosok indah di tempat mataku melihat senyuman indah.
***
Pagi itu, kurebahkan badan diatas kursi kayu depan rumah sang anak nelayan tua. Bantalan tangan sebari desiran ombak yang membuat khayalanku untuk berbincang. Tatapan mata kosong terpancar tak tentu arah.
Dalam khayalnya…
Satria wilaga seorang bocah pantai putera menikah dengan dara manis yang kutemui di malam yang dingin itu. Senyum geli sedikit pipi terangkat membuatku terbuai dalam angan.
Panggilan pangeran kecil berulang-ulang diteriakkan oleh sang ibu dari dalam rumah, tak membuatnya merespon sang ibu. Dan masih menikmati dengan apa yang ada dalam anganku saat itu.
Tangan seseorang terasa menyapa tubuh. Membuatku kaget hingga terjatuh dari atas kursi kayu yang mengantarkanku dalam dunia khayal.
“Apa yang kau fikirkan nak?” Tanya ibu kepadaku.
“Ah tidak bu, hanya sedikit bermain dalam bayang saja”. Sambil kugaruk kepala yang tidak terlalu gatal.
“Apa yang mengkelabui dalam fikiran kosongmu?
Dengan perasaan gugup anak sulung keluarga wilaga itu bertanya. “Jika aku menikah, bagaimana perasaanmu bu?”
“ibu akan sangat bahagia, siapa yang telah mengetuk hatimu nak?”
Satria Wilaga sedikit bingung dengan pertanyaan terakhir sang ibu itu. Dengan polosnya ia menjawab. ”Tidak ada bu!”
Ibunya tersenyum melihat ekspresi anaknya yang penuh dengan tanda Tanya.
“Sudahlah nak tak usah malu. banyak orang tua para gadis memintamu untuk mendampingi hidup anak perawannya. Tapi tak ibu berikan kau kepadanya. Jika sudah kau temukan tamu hatimu. Katakanlah pada ibumu nak. karena wanita pilihanmu itu yang terbaik untuk anak semata wayang putera wilaga ini.
Mendengar nasihat ibunya. Pangeran kecil keluarga wilaga itu terasa ingin cepat menemukan siapakah wanita yang akan mengisi di kekosongan ruang yang hampa.
bersambung..