Oleh: Andari Intan Muslimah
“Ryan ayo makan..”teriak ibu dari lantai bawah. Aku tak ingin ibu terlanjur marah. Kusimpan kembali kenangan dengannya. Entah, entah hingga kapan jejak manis itu akan hilang dari memori kecilku. Kusembunyikan semua kesepian ini. Berharap Ibu takkan pernah tahu apa yang terjadi padaku, setelah kepergian Ann.
“Iya buu.” Aku turun dengan segera. Ternyata benar Ibu sudah siap menyantap makanan yang ada dihadapannya. Kuberikan senyum saat Ibu memandangiku turun dari kamar. Walaupun semua itu hanya keberpuraan. “Ayo cepat makan. Ada yang ingin Ibu tanyakan padamu Ryan”. Dengan cepat kutatap mata Ibu, jangan sampai Ibu tahu semuanya. Semua kesepian saat Ann telah pergi dua bulan lalu.
Kuhabiskan makanan dengan sangat cepat. Tak sabar apa yang akan Ibu tanyakan padaku. Harus kubohongi Ia berapa kali lagi, hingga Aku dapat melupakan Ann. Agar nama itu pergi dari memoriku. Seandainya Tuhan menghilangkan ingatanku, mungkin saja nama itu menghilang dengan sendirinya tanpa kupinta.
“Sudahlah, semua akan kembali. Demikian juga masa itu” ucap Ibu saat Aku tengah terbang bersama khayalanku tentang Ann. “Maksud Ibu? Tak ada yang kuingat. Selain makanan-makanan yang baru saja kuhabiskan”. Berharap kebohonganku kali ini berhasil dan menaklukan Ibu yang tengah membaca fikiran anak tunggalnya ini. “Ternyata Tuhan benar, hubungan batin antara Ibu dan Anak takkan pernah dilepaskan”, gerutuku dalam hati. “Oh Ibu… memang benar kini Aku tengah kehilangan. Kehilangan dia yang senyumnya mirip denganmu”. Ingin sekali Aku katakana itu pada Ibu, namun, segera kutelan kembali dalam-dalam.
“Ann, akan kembali. Bersabarlah Nak.” Ibu mencoba menghiburku. Namun, sayang sama sekali Aku tak merasa terhibur dengan ucapannya. Terlalu dalam nama Ann terukir dalam ingatanku. Hingga kini, setelah dua bulan kepergiannya. Sungguh, sangat sulit bagiku melupakannya.
Mungkin memang benar suatu saat nanti Ann akan datang. Datang dengan wujudnya yang baru. Mungkin, saja Ia datang setelah menjadi orang hebat. Dan mungkin juga saat itu Ia takkan mengenalku kembali. Lima menit berlalu setelah Aku meninggalkan Ibu diruang makan. Kini saatnya Aku kembali mengingat bayangannya. Menikmati sapaan angin yang selalu datang saat Aku dan Ann tengah duduk dekat. Sangat dekat menurutku.
Lambat laun Aku ingin hidup kembali. Hidup bahagia, sebelum Aku mengenalnya. Saat-saat dimana Aku besandar sendiri di taman itu. Mencoba berimajinasi sekenaku. Saat-saat fikiran ini tak bergerilya jauh. Menerawang dan mengingat-ingat sesuatu yang bodoh. Sungguh sangat bodoh menurutku. Aku ingin kembali ke masa itu, dan melupakan bayangan Ann.
Hari ini kuniatkan untuk berbicara dengan Ibu. Aku ingin pergi saja dari Kota ini. Aku tak mungkin pergi sendiri, maka akan kuajak Ibu pula. Semoga Ibu faham dengan semua ini.
“Ibu, hari ini kita pindah. Ibu pasti maukan?”
“Pindah??Kau akan pindah kemana Nak??”
“Kita, bisa kembali ke kampung Bu. Dimana disana Ibu takkan kesepian seperti ini. Sungguh kumohon Bu”.
“….”
Ibu memang tahu segalany, hingga tanpa membantah pun Ibu mneyetujui usulanku. Biar saja bayangan Ann hanya tertinggal di Kota ini. “Kota yang sangat panas” seperti apa yang Ann katakan padaku. Iya, memang Kota ini sangat panas. Seperti kehidupanku yang semakin memanas. Meleleh dalam bayanganmu, Ann.
“Ann, cukuplah bayanganmu memenuhi seluruh otakku. Otakku yang dapat menampung bermilayaran nama. Dan semua itu adalah namamu. Aku ingin kembali hidup, Ann. Hidup seperti dulu, sebelum Kau dan Aku bertemu di sore itu…”