Pengaruh Komunitas Dalam Jurusan KPI

Pengaruh Komunitas Dalam Jurusan KPI

Sebagai sebuah jurusan multikompetensi, KPI adalah jurusan yang memiliki segudang potensi keahlian. Tiga ranah KPI yaitu Khitobah, Kitabah dan I’lam menjadi tiga pilar potensi utama yang bersama-sama membangun karakter diri dari jurusan KPI. Agar lebih efektif, tiga ranah ini kemudian ditransformasikan ke dalam sebuah pengaplikasian kelompok sehingga lahirlah beberapa komunitas di tubuh KPI. Terhitung ada lima komunitas yang terdapat dalam jurusan KPI, yaitu Komunitas LEBAH (Lingkar Barudak Khitobah), Komunitas ITC (I’lam Trend Community), Komunitas Free Film, Forum Pe-SK dan Komunitas Excellent Bee.
 
Secara umum komunitas diartikan sebagai sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan minat yang sama. Sedangkan pemahaman komunitas di Jurusan KPI sendiri lebih terkhususkan pada kelompok mahasiswa KPI yang mempunyai minat dan ketertarikan yang sama di bidang ke-KPI-an. 

Komunitas-komunitas di KPI beberapa lahir dari kalangan mahasiswa sendiri, bentukan dari BEMJ KPI dan beberapa lainnya difasilitasi langsung dari pihak jurusan kemudian pengelolaannya diserahkan kepada mahasiswa. Inti dari komunitas-komunitas ini dibentuk tidak lain bertujuan sebagai wadah perkembangan dan kreatifitas bagi mahasiwa KPI dengan minat dan ketertarikan yang berkaitan dengan tiga ranah KPI tersebut. Komunitas LEBAH dibentuk sebagai media pengembangan minat dan kreatifitas mahasiswa KPI dalam ranah Khitobah. ITC dan Free Film mewakili ranah I’lam. Forum Pe-SK dan Komunitas Excellent bee berada di tataran ranah Kitabah. 

Tidak dipungkiri bahwa latar belakang kemunculan komunitas-komunitas di KPI menjadi dasar dari urgenitas akan sebuah wadah pengembangan di luar dinding akademik. Faktanya  mahasiswa KPI tidak cukup dicekoki teori ke-KPI-an dalam bangku kuliah saja, tapi akan sangat bermanfaat jika diimbangi dengan teori dan praktek dari balik meja diskusi di komunitas yang digeluti. 

Dengan mengikuti sebuah komunitas, banyak sekali manfaat yang didapat. Komunitas memberikan ruang bebas untuk berdiskusi mengenai bidang keberminatan yang sama. Membahas minat yang sama tentunya akan membawa efek positif secara personal. Interaksi dari seseorang anggota komunitas ke anggota lain sedikitnya bisa memberikan solusi dari masalah mahasiswa dalam menghadapi kegagapan berinteraksi dalam lingkungan. Dari sisi komunal, komunitas akan membangun keseragaman dalam berfikir dan berorientasi mengenai minat dan perkembangan anggotanya. 

Komunitas memang membawa nilai positif  bagi anggotanya. Maka tak heran di jurusan KPI saja sudah memiliki beberapa komunitas dengan masing-masing kategori. Meskipun gaungnya belum terlalu terdengar dan dirasakan oleh seluruh dulur KPI, namun minat dan antusiasme komunitas untuk mengembangkan komunitas nya begitu tinggi. Beberapa komunitas yang dibentuk ini sayangnya masih menyematkan label kelas, sehingga sangat riskan menimbulkan gengsi di dalamnya. Dengan timbulnya gengsi ini kerap menimbulkan pemahaman yang salah dalam menafsirkan tujuan komunitas itu dibentuk. Komunitas sejatinya dibentuk sebagai wadah mengembangkan minat secara berkelompok dengan didasari oleh persamaan minat, bukan didasari atas rasa kepemilikan sebuah pihak. 

Menanggapi persoalan tersebut, Ery Anjari, dulur KPI semester tujuh ini mengaku sangat tidak setuju jika komunitas di KPI hanya mengutamakan kepentingan sebuah pihak saja. “Sesama komunitas itu seharusnya bisa saling mendukung, karena semua mahasiswa di KPI itu dulur. Tidak boleh ada sekat-sekat pembatas,” ucap anggota BEMJ KPI yang juga tergabung dalam komunitas Illegal ini menanggapi. Meskipun tergabung dalam komunitas yang bukan “murni” KPI, dirinya mengaku sangat respect terhadap komunitas lain yang ada di KPI. 

Bermanfaat atau tidaknya sebuah komunitas bisa dilihat dari kegiatan apa saja yang sudah dibuat oleh komunitas tersebut. Kegiatan dalam sebuah komunitas itu mutlak diadakan. Hal ini bertujuan agar nilai manfaat dari komunitas itu bisa dirasakan secara real. Komunitas tanpa kegiatan sama saja dengan komunitas itu tidak ada. Manfaat dari komunitas bukan hanya dapat dirasakan oleh anggota komunitas saja, namun juga dapat dirasakan di luar komunitas tersebut. 

Problematika dasar dari terbentuknya komunitas-komunitas ini mendorong pada tantangan akan eksistensi komunitas-komunitas tersebut. Eksis atau tidaknya komunitas  tergantung pada anggota dalam komunitas tersebut agar mampu mengoptimalkan apa yang sudah tersedia. Sangat mubadzir  sekali jika keberadaan komunitas-komunitas di KPI ini tidak dikembangkan dengan semestinya. Ke-mubadzir-an ini sebenarnya dapat dihilangkan dengan mengelola manajemen komunitas tersebut, seperti mengadakan diskusi, pelatihan dan mempraktekkan apa yang menjadi dasar kompetensi komunitas tersebut. 

Hal-hal tersebut sangat erat kaitannya dengan regenarasi sebuah komunitas. Diskusi komunitas berfungsi sebagai awal dari pembentukan karakter sebuah komunitas tersebut. Dari sebuah diskusi akan terlahir gagasan-gagasan mengenai apa, untuk apa, dan bagaimana pengoptimalannya. Meskipun diikat dalam minat yang sama, laiknya sebuah wadah yang terdiri dari “kepala-kepala”, tetap saja akan ditemukan perbedaan gagasan. Perbedaan ini lebih mengacu pada keberagaman visi dan misi masing-masing individu terhadap ekspektasi yang ingin didapatkan. Di sinilah peran manajemen sebuah komunitas menjadi urgent untuk dipahami.

Di samping diskusi, praktek dan pelatihan juga menjadi hal yang penting. Pada dasarnya, kompetensi dalam jurusan KPI lebih cenderung mengacu pada tataran praktek. Sebut saja berpidato, menulis, penyiaran, public speaking, dan memproduksi film tidak lain merupakan bentuk keterampilan yang perlu dilatih. Seperti yang diketahui oleh masyarakat KPI umumnya bahwa praktek ke-KPI-an hampir sama sekali tidak terasa. Praktek jelas sangat dibutuhkan agar mahasiswa KPI dapat secara kaffah memahaminya. 

Lalu bagaimana caranya agar tuntutan praktek ini bisa terpenuhi? Melalui komunitas lah permasalahan praktek ini sebenarnya bisa diakali. Komunitas mempunyai ruang lebih luas dan dinamis karena bergerak di luar kelas. Tidak terikat oleh sebuah lembaga formal akademis. Di samping itu, manfaat yang juga dirasakan adalah membangun spirit anggotanya. “Praktek dalam sebuah komunitas itu kita lebih semangat belajar dan berlatih daripada sendiri,” ujar Jujun Junaedi, mahasiswa KPI Semester tiga. 

PR besar bagi komunitas-komunitas di KPI adalah  bagaimana caranya agar mereka terus berkembang dan bisa terus eksis dengan saling membantu dan saling menghormati.  Tanpa merasa paling baik serta jangan sampai mengabaikan nilai persaudaraan yang menjadi budaya Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Bandung.

Oleh: Hassanudin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama