Resensi Novel Tapak Sabda karya Fauz Noor

Resensi Novel Tapak Sabda karya Fauz Noor


Judil : Tapak Sabda
 
Penulis : fauz nor

Penerbit : LKIS

Tahun terbit :cetakan 3 2012

Hal : 562 hal


Filsafat di dunia pesantren merupakan satu kajian yang belum tersentuh. Mungkin beberapa pesantren masih memopulerkan pendapat ulama kawakan, seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnu Sholah yang berkata "Barang siapa yang berlogika-berfi...lsafat maka dia dihukumi kafir zindiq". Terlebih lagi Imam al-Ghazali, karya-karyanya dijadikan simbol spiritual tertinggi di dunia pesantren, menulis suatu karya yang bagi kaum santri mungkin begitu kuat menancap di benaknya, Tahafut al-Falasifah (kerancuan para filsuf). Singkat kata, filsafat di dunia pesantren masih merupakan sesuatu yang asing. Bahkan sebagian kiai masih berpendapat bahwa filsafat adalah anak haram hasil perselingkuhan orang-orang Yunani dengan para cendekiawan muslim. 

Semesta Sabda, Novel filsafat yang ditulis oleh Fauz Noor sebagai kelanjutan novel pertamanya Tapak Sabda mencoba untuk membidik masalah-masalah yang selama ini kurang diperhatikan oleh para ulama kita khususnya di dunia pesantren. Misalnya dalam suratnya kepada Sabda (nama tokoh dalam novel ini) di bab Bahasa Langit, Bahasa Bumi, di situ kita akan menemukan topik bahasan mengenai definisi agama (ad-din). Selama ini ulama mendefinisikan agama sebagai ketentuan-ketentuan Tuhan yang mendorong siapa pun yang berakal untuk berbuat baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Firman (tokoh lain dalam novel ini), penulis yang menempatkan diri sebagai pengirim surat misterius kepada Sabda, definisi tersebut masih terlalu abstrak. Yaitu dengan menafikan keberadaan akal. 

Di sini Firman melakukan pembelaannya terhadap filsafat dengan mengutip hadis Nabi yang artinya: "Bahwa ad-din itu akal dan tidak ada ad-din bagi orang-orang yang tidak berakal." Kemudian Firman mengartikan bahwa ketundukan itu akal dan tidak ada ketundukan bagi orang-orang yang tidak berakal. (hlm 78) Kemudian Firman merumuskan satu kemestian berpikir, keharusan berfilsafat, bahwa sekuat apa pun kita berpikir, pada akhirnya akal akan bertemu dengan keabsurdan. Sebab, Alquran berkata "Kehidupan dunia itu hanya permainan dan senda gurau" (QS al-An'am ayat 32). 

Kemudian ia mengartikan inti dari risalah Muhammad, ad-din al-Islam, dengan filsafat proses, din merupakan ketundukan berpikir dan al-Islam, kepasrahan total kepada-Nya." Singkatnya, penjelasan din dan al-Islam mengisyaratkan kepada manusia untuk "adil dulu dalam berpikir, baru engkau bisa adil dalam bertindak." Penolakan filsafat dari khazanah keilmuan Islam kiranya sangat beralasan. 

Dalam buku yang pertama Tapak Sabda di situ diungkapkan ketika Sabda' Secaday sosok santri yang kreatif tidak mengakui bahwa dalam khazanah keilmuan Islam "tidak ada yang namanya fisafat Islam" ungkapnya. Menurutnya filsafat diartikan dengan berpikir secara radikal sedangkan Islam adalah ketundukan. "Jelas, dari maknanya saja sudah tidak nyambung. Lantas, bagaimana ada kajian filsafat dalam kajian Islam!" kata Sabda. Singkat kata, buku ini mengajak berkelana dunia pemikiran. Mulai dari Barat, Timur, bahkan pemikir-pemikir dari Indonesia. Pemikir Barat katakanlah, Sartre, EB Taylor, Immanuel Kant, Aristoteles, Albert Camus dan lain sebagainya. Pemikir Timur, Ibnu Rusyd, al-Farabi, al-Kindi, Ibnu Sina, Muhammad Iqbal, Mulla Sadra, dan masih banyak lagi. Sedangkan dari Indonesia, Nurcholish Madjid (Cak Nur) Jalaludin Rahmat (Kang Jalal), Quraisy Shihab, Masdar F Mas'ud, Ulil Abshar Abdala.

Akhirnya, makna semesta 'Sabda' yang diurai dalam buku ini dimaknai dalam dua pemaknaan. Pertama, luasnya kehidupan manusia (dalam hal ini tokoh yang bernama Sabda), Kedua, luasnya sabda dunia sabda Muhammad SAW. Akan tetapi, buku ini membalikkan arti luas menjadi semesta sabda. Tentang luasnya semesta sabda, terlihat dari cerita Sabda yang dipaparkan dalam buku ini, bagaimana Sabda yang terdiam di beranda rumah lalu merasa terbang bersama seekor burung menuju dunia biru yang membiru. Melihat kisah ini, kita bisa sedikit meraba ia tengah mengalami kisah spiritual yang teramat dalam. Akan tetapi, Sabda menganggap pengalaman ketika di suatu senja itu sebagai kelelahan urat saraf saja. Tentang luasnya sabda Muhammad SAW, penulis Firman mengurai panjang lebar mengenai sabda-sabda Muhammad mengenai Tuhan, alam, dan manusia yang kesemuanya itu tidak pernah terlepas dari alam pikiran manusia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama