Gadis Ranjau

Gadis Ranjau

Oleh : Hasanuddin Lukman El-Hakim Zindan *
 
Aku adalah seseorang dengan seribu kebanggaan. Aku bangga dengan diriku. Aku bangga dengan prestasiku di kampus. Meskipun aku mendapatkan prestasi yang yang kecil sekalipun aku tetap merasa bangga. Tidak banyak mahasiswa di kelasku bahkan satu angkatan denganku yang aktif berbicara dan bertanya pada dosen sampai bisa dikenal oleh banyak dosen yang mengajar di jurusan yang aku ambil. Dengan begitu banyaknya perhatian dari teman-teman kampus dan dosen, kebanggaan itu justru menjelma menjadi sebuah kesombongan. Meremehkan teman sendiri mulai menjadi kebiasaan. Selama ini aku lupa bahwa hal-hal ini hanyalah hal kecil yang tidak berarti sama sekali di hadapan Tuhan.

Sampai suatu hari aku mengenal seorang gadis...

Aku memanggilnya "gadis ranjau". Entah dengan alasan khusus apa aku memanggilnya demikian. Panggilan itu timbul begitu saja ketika dia dengan mudahnya "meledak" ketika ku sentuh tubuhnya. Mungkin dia tipikal gadis alim yang mempunyai prinsip tidak boleh bersentuhan kalau dengan bukan muhrimnya. Umurnya lebih muda tiga tahun dariku. Gadis biasa saja tapi dengan otak yang tidak biasa. Begitu banyak bahasa rumit yang keluar dari tubuhnya tanpa mudah ku mengartikannya. Pikirannya pun rumit, serumit rumus Matematika bercampur dengan teori Fisika.

Setiap kali dia berbicara dengan gaya khasnya denganku, seketika itu juga aku merasa menjadi orang paling bodoh di dunia. Dekat dengannya berarti sama saja dengan memberi kepintaran kita dengan sukarela. Dia semacam 'mesin penyedot kepintaran' ketika dekat dengan seseorang. Intinya, aku tidak terlalu suka berdekatan dengannya.

Hari itu aku mencoba memberanikan diri untuk mengobrol dengannya dalam sebuah acara di kampus. Entah pikiran gila apa yang timbul dalam otakku waktu itu. Tiba tiba saja timbul keberanian untuk mendekati dan mengobrol dengannya. Sedikitpun aku tidak memikirkan resiko 'mesin penyedot kepintaran' itu berfungsi dengan baik dan tiba tiba menyedot kepintaranku. Dia berbicara dari mulai masalah materi acara yang sudah berlangsung itu sampai prinsip yang dia pegang. Dia mengatakan, "Aku tuh melihat sesuatu itu bukan hanya dari dalamnya tapi juga dari luarnya. Bagaimana dalamnya bagus kalau dari luarnya saja jelek". Karena merasa seperti 'dilangkahi', aku mengomentari setiap ucapannya dengan tidak kalah frontal dan ilmiah. Kemudian dia juga menceritakan masalah pribadinya. Hey, masalah pribadi? Apa yang dia pikirkan dengan tiba tiba menceritakan masalah pribadinya padaku? Benda apa yang beruntung menghantam kepalanya sampai sampai dia mau menceritakan dirinya? Mendekatinya saja sudah cukup bodoh bagiku, apalagi mendengarkan cerita dirinya sendiri.

Tapi setelah hari itu, aku melihat sisi lain dari dirinya. Sisi lain dari gadis ranjau saat aku iseng bertanya tentang buku yang sering dia baca perihal kekhasan gaya bicara dan sikap rumitnya. Dia menyebut nama Cak Nun dan beberapa penulis lain yang asing ku dengar dalam daftar buku buku bacaannya. "Cak Nun? Hey, bukankah itu sastrawan dan sekaligus ayah dari Noey 'Letho' itu?" Yah, hanya sebatas itu pengetahuanku tentang Cak Nun. Tidak lebih dari itu. Tidak ada satupun karya dari Cak Nun yang ku tahu. Tidak ada satupun.

Dan saat itu aku benar benar merasa kerdil dan paling bodoh...

Apa yang tidak ku tahu ternyata si Gadis ranjau ini tahu. Apa yang ku tahu ternyata gadis ranjau ini malah lebih tahu. Dan apa yang tidak ku lihat ternyata si gadis ranjau ini bisa melihatnya dengan jelas. Pandanganku yang awalnya merasa aneh terhadap gadis ini berubah menjadi rasa kagum.

Aku tidak bisa mengelak pada kenyataan bahwa aku mendapati seseorang yang bahkan dengan mudahnya mematahkan teori-teori kebanggaanku. Aku hanya seseorang yang secara kebetulan terjatuh dalam lubang kesombongan yang berkamuflase dalam sebuah kebanggaan.

Gadis ranjau...

Kaulah yang mematahkan teori-teori kebanggaanku.

Tetaplah menjadi seseorang yang mengajariku...

00.35

[06 November 2011]

*) Penulis adalah Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Angkatan 2011.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama