Senyum Itu Milik-Nya

Senyum Itu Milik-Nya

Oleh: Noviansyah

Cahaya pagi itu tak henti-hentinya membentak dan meneriaki aku yang masih santai tidur, hingga aku terbangun di bawah hangat kegusarannya yang melihatku terkapar tak berdaya, aku bangan dan membilas mukaku dengan air sisa mati lampu, aku menatap cahaya yang menyilaukan kedua mata ini di pagi yang tak biasa. Hari ini nampak berbeda langit terlihat bahagia bersama senyum mentari pagi, tidak seperti biasa, selalu diselimuti kabut tebal dan mendung yang menguasai jagad raya.

Tidak lupa saya merapikan tempat tidur dan bersiap mencari sesuap nasi karena kurasa lapar, setelah semalaman tak makan perut ini mulai menuntut haknya, aku melangkahkan kaki keluar dari persembunyianku dan kuberanikan diri menatap cahaya yang belum begitu akrab dengan mataku. kulangkahkan kaki ini menuju jalan raya kutelusuri gang sempit yang hanya cukup untuk satu orang saja, setiba ditepian jalan kuliahat gerobak manis dengan penjaga gerobak yang berkumis, itu adalah pak Kumis penjaga gerobak nasi kuning, yang usianya sudah tidak muda lagi. kuhampiri dan langsung saja aku memesan nasi kuning dan beberapa bala-bala, setelah selesai pesananku tak lupa saya berucap kepada pak Kumis "Pak nganjuk heula, can gaduh artos", sambir tersenyum pak Kumis menganggukan kepalanya, karena beliau paham betul akan keadaan mahasiswa, jauh dari orang tua dan apa adanya seperti saya ini.

Saya melanjutkan perjalanan pagi saya menuju kos-kosan saya yang letaknya tidak jauh dari tempat saya membeli nasi kuning. dipertengahan jalan saya mendengar ada yang memanggil-manggil nama saya, agak aneh ada orang yang memanggil saya sepagi ini, biasa teman-teman saya adalah pasukan kabeurangan. saya mencoba mencari-cari dari mana suara itu berasal, setelah saya perhatikan di seberang jalan saya melihat tangan yang melambai-lambai yang tertutupi oleh lalu lalang kendaraan, ternyata yang diseberang jalan itu adalah pak Firman Dosen di kampus saya, saya terhentak haru dan terpukul, entah mengapa batin saya menjadi malu, ah sudahlah, tak perlu saya pikirkan. dengan nada sedikit berteriak beliau bertanya dari seberang jalan "Bade kamana"? saya menyahut bade kakosan pak. percakapan kami pagi itu tidak begitu jelas karena kendaraan yang semakin ramai, saya pun pamit dengan menundukkan kepala serta senyum yang seikhlas-ikhlasnya kepada beliau dan beliau pun membalas senyum saya dengan begitu bijaksana.

Dalam benak saya sepanjang jalan menuju kosan saya terus dihantui rasa malu, itu semua melebihi cambuk apapun bagi saya, selama ini jangankan menyapa yang lain menyapa diri sendiri saja saya sering lupa, apalagi menyapa Tuhan. saya mulai berpikir mendalam, di zaman sekarang ternyata masih ada guru yang pantas di sebut mulia, dengan senyumnya, sikapnya, dan cara dia mendidik murid-muridnya. saya mulai membayangkan senyum ikhlasnya, terima kasih Tuhan Kau hadir dalam senyumnya yang membuatku terjaga terpukul meski raga ini tidak merasa apa-apa, tapi jiwa ini tak bisa berdusta bahwa Kau memanglah ada.

Setibanya di kosan saya jadi teringat pepatah Arab yang mengatakan "ashlih nafsaka yashluh laka an-naas" perbaikilah dirimu maka orang lain akan baik padamu, mungkin ini yang mesti saya pikirkan dengan matang, memulai senyum kepada yang lain sebelum mereka memberi senyum kepadaku, kenapa harus menunggu jika saya mampu untuk memulai. Saya bahkan hampir lupa terhadap nasi kuning saya, sayapun mulai makan dengan Bismillah.

#wismaPSK #pangkalanDAMRI #manisi #kosanOde

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama