SANGHYANG MUGHNI PANCANITI “SI PEDAGANG BUKU ITU..”

SANGHYANG MUGHNI PANCANITI “SI PEDAGANG BUKU ITU..”

      Bertubuh rata rata dan atletis dalam kacamata orang Indonesia, berwajah manis, serta memiliki karakter unik adalah gambaran dari seorang Mughni. Terlahir dengan nama Abdul Mughni Shiddiq, dan bernama pena Sanghyang Mughni Pancaniti. Dia adalah sosok yang sudah tidak asing di kalangan warga KPI, bahkan tidak asing pula bagi sebagian warga kampus. Mahasiswa semester akhir yang selalu “bergentayangan” di DPR (Di Bawah Pohon Rindang) sambil menawarkan buku-buku dagangannya ini, merupakan makhluk yang tidak bisa diragukan lagi eksistensinya.
  
      “LAPAK BUKU KEBUL” yang dirintisnya 4 bulan yang lalu, membuatnya terkenal sebagai tukang buku nyentrik. Nyentrik karena buku dagangannya yang penuh debu, nyentrik karena harga yang ia tawarkan begitu murah, nyentrik karena dia adalah putra Dosen yang tak malu menjadi pedagang. Satu lagi, nyentrik karena bukunya bisa dianjuk.
      “Saya tidak jual buku mata kuliah, kecuali kalau ada yang pesan. Di sini saya hanya menjual buku aneh yang menunjang terhadap kecerdasan berfikir mahasiswa, dan peningkatan daya fikir kritisnya. Meski begitu, harga akan tetap saya kasih murah. Agar bisa dijangkau warga kampus. Kalau perlu, nganjuk gek dibikeun.” Katanya sambil menghisap rokok mild nya.
  
      Putra ke-dua dari empat bersaudara ini lahir pada tanggal 4 maret 1990 di Bandung, mengaku memiliki background keluarga yang santai namun ketat. Santai dalam hubungan keseharian, namun ketat dalam masalah pendidikan. Itu semua menjadi salah satu yang melatarbelakangi munculnya dua karya buku dari tangannya. “Laa Illaha Illa Ana (Tiada Tuhan Selain Aku)” (Kumpulan Cerpen) dan “Tahun Tanpa Tuhan” (Novel). Dan pada kesempatan kali ini, redaksi mengangkatnya menjadi pembahasan dalam kolom sosok di edisi de-javu.

      Ditemui saat berjualan buku di DPR, ia menyambut redaksi dengan wajah yang berseri sambil tersenyum menawarkan buku pada redaksi. Namun sebelum kegiatan berdagang dilanjutkan, redaksi memotong pembicaraannya, “Wawancara heula ah, A. Moal waka meser buku. Deadline, yeuh.”
      “Sok atuh buru.” Gertaknya.

       Mahasiswa semester 9 yang aktif berorganisasi ini mengakui bahwa kuliah ini tidak begitu mengasyikan bagi dirinya, karena kuliah itu begitu formal dan mengekang kebebasannya dalam menuntut ilmu. Akan tetapi, dia tetap berusaha untuk rajin mengikuti perkuliahan dan ingin segera diwisuda, dengan menyisihkan dulu kemalasan serta idealismenya. Bukan karena ia senang kuliah, tapi karena ia ingin menyenangkan hati orang tuanya yang sering berkata, “Sok bereskeun kuliahna, Jang.”. Baginya, Ayah Ibu adalah segalanya.

       Selama kuliah, ia bergabung dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Bandung, dan menjadi salah satu penggagas beberapa komunitas yang berdiri di KPI UIN Bandung. Seperti: Paguyuban Gila Wacana (PAGINA), Riungan Ki Sunda (RIKSA), KONDOM (Komunitas Doyan Omong), dan Forum Penulis Se KPI (PE-SK). Saat ditanya kenapa beberapa komunitas yang ia dirikan hampir seluruhnya memiliki nama yang sedikit sensitive, ia hanya menjawab dengan santai sambil tertawa,  “Entahlah. Mungkin nama-nama itu yang tiba-tiba muncul dalam benak saya.”

Saat ditanya apa rencananya setelah ia diwisuda Maret (Insyaallah) nanti, ia bertutur dengan wajah serius, “Kalau ditanya saya ini ingin apa setelah wisuda? Saya tetap keukeuh sumeukeuh ingin menjadi pengusaha buku. Jadi pekerjaan utama nanti adalah jualan buku. Adapun jika suatu ketika Tuhan mentakdirkan saya memiliki pekerjaan yang lain, misalkan jadi Dosen, Rektor, Menteri atau Presiden, itu hanyalah pekerjaan sampingan.“ 

Semenjak semester satu, dia memang sudah sangat senang menjadi pedagang, meski hanya kecil-kecilan. Dan ia lakukan itu dengan sepenuh hatinya. Mulai dari berdagang rokok keliling, kopi seduh, risoles, menerima pesanan catring, dan jasa pembuatan website. “Saya berdagang ini itu, bukan berarti uang yang diberikan orang tua saya tidak cukup, justru lebih dari cukup. Namun saya rela melakukan ini, karena saya ingin merasakan bagaimana meneteskan keringat ketika mencari uang. Dan saya ingin betul-betul pantas disebut manusia, yakni makhluk pekerja. Jadi, meskipun saya selalu disebut anak Dosen dan juga penulis, saya tidak pernah merasa gengsi berjualan semacam ini.”

Untuk menutup wawancara, Redaksi meminta dia untuk berpesan kepada junior-juniornya di KPI, “Intinya adalah, kalau masih semester 1,2,3 atau 4, boleh lah jika masih berfikir idealis, silahkan berteriak, ‘Buat apa kuliah kalau hanya untuk diwisuda dan mendapatkan ijazah.’. Mangga jika mau berkata, ‘Buat apa kuliah, kalau hanya mengejar absen.’ Namun dari semester 4 kesana, silahkan mulai berfikir untuk rajin dan berusaha menyelesaikan kuliahnya. Karena itu adalah hutang anda terhadap orang tua. Karena orang tua anda tidak akan bertanya tentang bagaimana potensi dan prestasi anda di organisasi, atau sudah secerdas mana anda. Namun mereka akan menanyakan, “KAPAN KAMU DIWISUDA, NAK??”. Jadi kukituna, sok barenerkeun kuliahna, jeung barereskeun nilai nilaina. Hiji deui, lamun butuh buku naon buku naon, hubungi weh urang di 085720022794” 

Oleh: M Nandar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama