Oleh : Rizky Sopiyandi
Entah kenapa, semakin umur yang bertambah, perspektif kita terhadap Idul Fitri atau lebaran senantiasa mengalami perubahan. Disini kita tak berbicara sebuah makna, mungkin lebih kepada kesan dari lebaran itu sendiri.
Tentu saja, perbedaan perspektif kita terhadap kesan dari lebaran itu sendiri sangat erat kaitannya dengan tradisi-tradisi yang ada saat lebaran, khususnya di Indonesia. Kita mengenal acara mudik, bagi-bagi uang dari seorang yang lebih tua kepada yang lebih muda, halal bi halal, dan satu hal yang tak bisa lepas dari masyarakat Indonesia adalah tradisi memakan ketupat. Bahkan, tak karang kita melihat simbol dari lebaran itu sendiri dianalogikan kepada makanan yang satu ini,
Ya, ketupat. Simbol yang tak mungkin lepas dari lebaran. Tapi, jika kita cerna kembali, mungkin kta pun tak bisa melepaskan menu hidangan yang selalu hadir berbarengan dengan ketupat, Opor Ayam. Tentu saja, apalah artinya ketupat tanpa Opor Ayam.
Ketupat tanpa opor ayam itu bisa kita analogikan seperi halnya berlebaran tanpa dibarengi hati yang ikhlas untuk saling memaafkan. Memaafkan sesama manusia bukan atas dari formalitas dari lebaran itu sendiri. Akan tetapi, tentu saja dengan sebuah keikhlasan hari, dan senantiasa mengevaluasi diri.
Ketupat tanpa opor ayam pun bisa diibaratkan seperti ketika anda mudik ke kampung halaman, tapi tak sedikit pun terlintas dalam pikiran anda untuk 'bermudik' dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan 'bermudik' kepada hal-hal yang mampu menjadikan kita menjadi pribadi yang selalu berprilaku positif. Maka hakikat dari 'bermudik' pun hanya sebatas ketupat, tanpa kuah opor ayam. Kenikmatannya pun akan berbeda, tentu saja.
Ketupat tanpa opor ayam juga bisa kita gambarkan seperti halnya memakai baju baru saat lebaran tiba, namun tak ada hal baru dalam visi kita memandang dunia kedepan. Statis, tak ada sebuah proyeksi perubahan yang signifikan. Maka, apalah artinya melewati waktu tanpa sebuah visi perubahan.
Jadi, sekali lagi, baiknya kita tak hanya terjebak oleh simbol-simbol dalam sebuah tradisi. Tapi, senantiasa mencoba untuk berpikir secara radikal, berpikir lebih mendalam terhadap pesan-pesan dibalik tradisi-tradisi yang ada. Seperti halnya sebuah ungkapan, "kita tak pernah tau bagaimana indahnya samudra, tanpa kita mencoba menyelaminya".
Terakhir...
Selamat Lebaran, Selamat Berbahagia
Baca Juga di : http://prosesberfikir.blogspot.com/2013/08/apalah-arti-ketupat-tanpa-opor-ayam.html
Entah kenapa, semakin umur yang bertambah, perspektif kita terhadap Idul Fitri atau lebaran senantiasa mengalami perubahan. Disini kita tak berbicara sebuah makna, mungkin lebih kepada kesan dari lebaran itu sendiri.
Tentu saja, perbedaan perspektif kita terhadap kesan dari lebaran itu sendiri sangat erat kaitannya dengan tradisi-tradisi yang ada saat lebaran, khususnya di Indonesia. Kita mengenal acara mudik, bagi-bagi uang dari seorang yang lebih tua kepada yang lebih muda, halal bi halal, dan satu hal yang tak bisa lepas dari masyarakat Indonesia adalah tradisi memakan ketupat. Bahkan, tak karang kita melihat simbol dari lebaran itu sendiri dianalogikan kepada makanan yang satu ini,
Ya, ketupat. Simbol yang tak mungkin lepas dari lebaran. Tapi, jika kita cerna kembali, mungkin kta pun tak bisa melepaskan menu hidangan yang selalu hadir berbarengan dengan ketupat, Opor Ayam. Tentu saja, apalah artinya ketupat tanpa Opor Ayam.
Ketupat tanpa opor ayam itu bisa kita analogikan seperi halnya berlebaran tanpa dibarengi hati yang ikhlas untuk saling memaafkan. Memaafkan sesama manusia bukan atas dari formalitas dari lebaran itu sendiri. Akan tetapi, tentu saja dengan sebuah keikhlasan hari, dan senantiasa mengevaluasi diri.
Ketupat tanpa opor ayam pun bisa diibaratkan seperti ketika anda mudik ke kampung halaman, tapi tak sedikit pun terlintas dalam pikiran anda untuk 'bermudik' dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan 'bermudik' kepada hal-hal yang mampu menjadikan kita menjadi pribadi yang selalu berprilaku positif. Maka hakikat dari 'bermudik' pun hanya sebatas ketupat, tanpa kuah opor ayam. Kenikmatannya pun akan berbeda, tentu saja.
Ketupat tanpa opor ayam juga bisa kita gambarkan seperti halnya memakai baju baru saat lebaran tiba, namun tak ada hal baru dalam visi kita memandang dunia kedepan. Statis, tak ada sebuah proyeksi perubahan yang signifikan. Maka, apalah artinya melewati waktu tanpa sebuah visi perubahan.
Jadi, sekali lagi, baiknya kita tak hanya terjebak oleh simbol-simbol dalam sebuah tradisi. Tapi, senantiasa mencoba untuk berpikir secara radikal, berpikir lebih mendalam terhadap pesan-pesan dibalik tradisi-tradisi yang ada. Seperti halnya sebuah ungkapan, "kita tak pernah tau bagaimana indahnya samudra, tanpa kita mencoba menyelaminya".
Terakhir...
Selamat Lebaran, Selamat Berbahagia
Baca Juga di : http://prosesberfikir.blogspot.com/2013/08/apalah-arti-ketupat-tanpa-opor-ayam.html