Berlian Semua Rasa II

Berlian Semua Rasa II



Dua Bilik Pintu Bagian I
Di dalam sebuah bus antar-kota, tengah duduk seorang anak bersama kakeknya. Mereka duduk bersebelahan, tepat di belakang sopir bus itu. Bus yang mereka tumpangi akan membawa mereka ke Ibukota untuk sebuah tujuan.

Sepanjang perjalanan, si anak laki-laki itu hanya menatap keluar jendela bus. Tak berkata-kata. Biasanya ia akan menceritakan banyak kisah lucu di sekolahnya pada kakeknya ketika di dalam bus, sekadar mengusir jenuh perjalanan panjang nan melelahkan. Lain kali ini, si anak lelaki hanya duduk diam, terpaku, termenung menatap keluar melalui jendela bus.

Si kakek yang menyadari hal itu tak ingin mengganggu. Menurutnya, cucu lelaki pertamanya itu akan menghadapi sesuatu yang tak biasa mulai malam ini, jadi ia membiarkan cucunya itu untuk berpikir tentang segala kemungkinan. Si kakek hanya memerhatikan, mungkin menunggu cucu laki-lakinya itu angkat mengajaknya bicara.

"Kakek, kenapa ibu harus melahirkan lagi?", tanya si anak lelaki spontan pada kakeknya.

Si kakek tersenyum, kemudian berkata, "Karena itu siklus kehidupan. Normal bagi seorang wanita melahirkan lebih dari satu kali, nak". Si kakek berhenti sejenak. Diperhatikannya perubahan ekspresi cucu laki-lakinya itu.

Si anak tidak merasa puas atas jawaban kakeknya. Ia terlanjur mengetahui bahwa seorang wanita yang sudah menikah kemudian berhubungan intim dengan suaminya akan memiliki anak. Pelajaran Biologi di sekolah lah yang memberitahunya. Ia kesal sedikit, disilangkannya kedua tangannya di dada, bermaksud menantang jawaban si kakek selanjutnya.

"Kakek tahu kau tidak puas dengan jawaban kakek. Ingin bertanya lagi?", tantang si kakek. Ia senang cucunya tidak terpuaskan oleh jawabannya.

"Tidak, kek. Tidak akan lama lagi, kakek pasti akan menjawab pertanyaanku seperti sebelumnya", ujar si anak lelaki. Ia hafal betul kakeknya yang menjelaskan banyak hal meskipun ia cuma menanyakan satu pertanyaan saja.

"Hahaha...", si kakek tertawa kecil. Dilihatnya air muka cucu laki-lakinya itu. Anak itu mirip sekali dengan putranya. Untuk sekali ini, si kakek tidak ingin menjelaskan lebih banyak sebelum cucunya itu kembali bertanya. Ia membeli kacang rebus yang dijajakan oleh pedagang asongan di dalam bus, kemudian memakannya.

Si anak lelaki rupanya kesal dengan tingkah laku kakeknya itu. Kakeknya tidak melanjutkan penjelasan, malah membeli kacang rebus. Rasa penasarannya semakin bertambah. Lalu tanpa berpikir panjang, si anak lelaki kembali bertanya kepada kakeknya.

"Aku tak ingin memiliki adik, tapi ibu dan ayah malah menghadiahkannya padaku, kek. Untuk apa hal itu mereka lakukan?"

"Kenapa kau bertanya? Bukankah seharusnya kelahiran adikmu itu kau sambut dengan gembira? Atau jangan-jangan kau takut pada sebuah persaingan?"

"Aku tidak takut. Kakek kan tahu, aku selalu memenangkan perlombaan di sekolah. Apa itu bukan persaingan, kek?"

"Itu memang persaingan. Tapi lihatlah, kali ini kau akan bersaing dengan saudaramu sendiri. Apa kau siap, nak?"

"Apa maksud kakek?"

"Kau dan adikmu yang sedang dilahirkan itu akan bersaing berebut kasih sayang orang tua kalian. Kau takut orang tuamu melupakanmu karena adikmu itu?"

"Tidak. Sama sekali tidak. Untuk apa aku takut?", si anak lelaki berusaha memungkiri perasaan kalutnya. Ia benar-benar takut orang tuanya akan melupakannya setelah kehadiran orang baru di keluarganya tersebut.

"Setiap kelahiran berarti tanda untuk sebuah persaingan. Dalam apapun, kau dan adikmu akan berlomba-lomba berebut sesuatu, tak terkecuali kasih sayang. Kelahiran tak hanya untuk manusia. Kau akan memasuki sekolah baru minggu depan, itu artinya kau dilahirkan di lingkungan yang baru. Bisa saja teman-teman barumu ketakutan dan tidak siap untuk bersaing. Tapi ingatlah, nak, setiap kelahiran sama dengan kedatangan, setelah itu persaingan akan dimulai. Kau harus mensikapi kelahiran dengan kebahagiaan, kemudian persaingan. Dengan itu, kau akan menjadi manusia unggul"

Lagi, si anak lelaki tak mengerti dengan ucapan kakeknya. Ia hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia merasa pusing, kepalanya serasa dipukul palu godam berkali-kali setelah mendengar penjelasan singkat dari kakeknya tentang sebuah kelahiran.

Sepertinya, pagi pada lima hari pertama bulan November tahun 1972 akan menjadi detik kebingungan bagi si anak lelaki.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama